Pelabuhan Dumai sangat berbeda dengan pelabuhan lainnya di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia I Medan. Bila jenis eksport barang di pelabuhan lainnya ada keseimbangan antara kering, cair dan curah, di Pelabuhan Dumai tidak demikian halnya, sebab jenis bongkar muat barang di Pelabuhan Dumai di dominasi hasil produk tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil dan turunannya serta bungkil.
READ MORE - PELABUHAN DUMAI MENUJU HUBPORT.
Jika dilihat dari jenis barang dominan yang di tanganani melalui Pelabuhan Dumai, jelas bahwa arah pengembangan Pelabuhan Dumai lebih dititikberatkan pada penanganan curah cair dan curah kering yang merupakan hasil produk dari Tandan buah Segar kelapa sawit, tanpa mengesampingkan peningkatan pelayanan lainnya. “Crude Palm oil dan turunannya serta bungkil merupakan hasil produk Tandan Buah Segar”.
Hal ini dilakukan tentu dengan alasan kuat bahwa daerah hinterland Pelabuhan Dumai di kelilingi perkebunan kelapa sawit yang terbentang luas hampir diseluruh daratan Provinsi Riau hingga ke perbatasan Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi yang dimiliki berbagai elemen seperti, perkebunan swasta, PT Perkebunan Nasional hinga perkebunan Inti Rakyar (PIR).
Pelabuhan Dumai sebagai pintu gerbang eksport terbesar hasil produk Tandan Buah Segar di Propinsi Riau, tentu harus melihat peluang ini. Pelabuhan Dumai harus “menyambut” baik bahwa beberapa tahun ke depan bakal terjadi lonjakan kegiatan pengapalan CPO dan turunannya serta produk TBS lainnya seperti bungkil dan cangkang.
Belum lama ini Gubernur Propinsi Riau, HM Rusli Zainal dalam rapat kerja di Istanan Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (21/02) yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan di hadiri para menteri kabiner bersatu serta gubernur se Indonesia, menyatakan bahwa sekitar 36% dari luas kebun kelapa sawit nasional terdapat di Propinsi Riau dan luas kebun kelapa sawit di Propinsi Riau saat ini sekitar 2,3 juta hektar (Riau Pos 21/02). “Ini potensi yang sangat besar bila di bandingkan dengan daerah lainnya,” tegas Gubri waktu itu.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Riau, Ferry HC, kepada Antara beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa, dari luas sekitar 2 juta hektar kebun kelapa sawit yang ada di Propinsi Riau, daerah ini telah mengekspor CPO sebanyak sekitar 7 juta metric ton pada than 2010. Sementara pada tahun ini diperkirakan permintaan ekspor CPO di pasar internasional mencapai 15 juta metric ton.
MATEMATIKA PELABUHAN DUMAI MENJADI HUBPORT.
Bila ditinjau dari kacamata matematika jumlah ekspor, produksi, terutama luas lahan kebun sawit di daerah hinterland, Pelabuhan Dumai layak di jadikan sebagai hubport Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya dari Indonesia. Pembentukan hubport CPO dan turunannya dari Indonesia sangat perlu dilakukan mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia saat ini.
“Melalui hubport, posisi tawar harga CPO hasil produk Indonesia di pasar international akan lebih kuat. Dominasi Indonesia dalam hal penentuan harga CPO akan lebih kuat dan tidak dapat di intervensi asing. Bukankah Indonesia produsen CPO terbesar di dunia?”
Sebagai produsen CPO dan turunannya yang terbesar di dunia, mengapa Indonesia tidak pernah berperan dalam penentuan harga komoditi perkebunan tersebut. Pertanyaan tersebut hingga kini belum belum terjawab. “Untuk memperkuat posisi tawar tersebut mungkin di butuhkan keberanian membuat hubport CPO dari Indonesia dan Pelabuhan Dumai sebagai jawabannya.”
Pengusulan Pelabuhan Dumai layak dijadikan sebagai hubport CPO dan turunannya dari Indonesia mungkin mengundang banyak pertanyaan dari kalangan pengusaha, birokrat hingga masyarakat umum.
Tapi bila di tinjau dari berbagai sisi, mulai dari daerah hinterland yang daratannya di hiasi dengan “emas hitam”---sebutan untuk CPO dan turunannya yang menyebar di beberapa propinsi hingga jumlah produksi CPO yang hampir sepertiga berada di Propinsi Riau dan di dukung dengan fasilitas Pelabuhan Dumai yang telah mendukung, maka pelabuhan yang berada di bawah pengendalian PT Pelabuhan Indonesia I tersebut layak di jadikan salah satu hubport CPO dari Indonesia.
Menurut informasi yang dihimpun penulis melalui berbagai media cetak dan internet dimana Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Riau dan Gubernur Propinsi Riau yang menyatakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau saat ini sudah mencapai 2 juta hektar lebih atau setara dengan 35% dari total luas perkebunan sawit nasional dengan total ekspor 7 juta metric ton pada tahun 2010.
Selain itu, berdasarkan data Dinas Perkebunan (Disbun) Riau Tahun 2009, luas area perkebunan kelapa sawit di Riau sudah mencapai 2 juta ha lebih. Luas ini setara dengan sekitar 35 persen sawit nasional yang saat ini luasnya mencapai 7,3 juta ha lebih. Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Perkebunan RI, Ahmad Mangga Barani, dalam sambutannya membuka kegiatan Seminar Nasional Kelapa Sawit, Senin (17/5/2010) di Hotel Ratu Mayang Garden Pekanbaru.
Menurut Ahmad, Riau merupakan salah satu sentral pengembangan kelapa sawit nasional di Indonesia. Namun berdasarkan data statistik, saat ini jumlah perkenbunan sawit di Riau masih yang terluas di Indonesia dibandingkan dengan daerah lainnya.
Berdasarkan data Gapki sepanjang Januari-Desember 2010, volume ekspor CPO Indonesia naik tipis sebesar 127.498 ton atau menjadi 15.656.349 ton, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 15.528.851 ton. Menurut Direktur Eksekutif Gapki, Fadhil Hasan, pertumbuhan ekspor CPO nasional didorong kenaikan jumlah pembelian oleh tiga konsumen utama yakni India, Cina dan Uni Eropa. Sementara itu. Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamukti menyatakan, tahun 2010 ini produksi CPO Indonesia sekitar 20 juta ton (kabarbisnis.com)
Berdasarkan data yang diungkapkan oleh orang yang sangat berkopeten di atas maka hitungan matematis menjadikan Pelabuhan Dumai sebagai hubport CPO dari Indonesia akan lebih masuk akal.
Dari sekitar 20 juta ton produksi CPO Indonesia pada 2010 sekitar 15,6 juta ton adalah eksport yang berarti sisanya kebutuhan dalam negeri (20 juta ton - 15,6 juta ton = 4,4 juta ton) Bila dirujuk dengan data dari Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Riau bahwa eksport CPO melalui Provinsi Riau mencapai 7 juta ton pada 2010 maka sebagian besar eksport nasional merupakan hasil produksi Riau. Provinsi Riau layak disebut “central kebun kelapa sawit dan CPO-nya Indonesia”
.
Dari 7 juta ton total eksport CPO Provinsi Riau sekitar 3,8 juta ton pengapalannya dilakukan melalui dermaga umum Pelabuhan Dumai. Jika memperhatikan perhitungan matematis sederhana di atas bukankah Pelabuhan Dumai layak dijadikan hubport CPO dari Indonesia?
REALISASI TRAFIK | |||||||||
B/M KOMODITI CPO & TURUNANNYA | |||||||||
MENURUT JENIS PERDAGANGAN | |||||||||
TAHUN 2006 s.d. 2010 | |||||||||
TAHUN | |||||||||
No. | Uraian | Sat. | |||||||
2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | |||||
1 | 2 | 3 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | ||
1. | Crude Palm Oil (CPO) | ||||||||
- Ekspor | Ton | 1,122,094 | 1,904,327 | 2,456,080 | 2,144,003 | 2,969,682 | |||
- Impor | Ton | - | - | - | - | - | |||
- Ap. Muat | Ton | 215,227 | 321,713 | 333,030 | 336,184 | 344,576 | |||
- Ap. Bongkar | Ton | 483,160 | 522,065 | 676,915 | 716,330 | 594,931 | |||
Jumlah - 1 | Ton | 1,820,481 | 2,748,104 | 3,466,025 | 3,196,517 | 3,909,189 | |||
2. | Turunan CPO | ||||||||
- Ekspor | Ton | 2,608,813 | 3,102,927 | 3,623,838 | 2,381,307 | 885,236 | |||
- Impor | Ton | - | 1,980 | - | - | 3,642 | |||
- Ap. Muat | Ton | 145,620 | 81,300 | 43,250 | 71,188 | 36,950 | |||
- Ap. Bongkar | Ton | 10,250 | 4,900 | 8,200 | 9,803 | 52,681 | |||
Jumlah - 2 | Ton | 2,764,683 | 3,191,107 | 3,675,288 | 2,462,298 | 978,509 | |||
Total 1+2 | Ton | 4,585,164 | 5,939,211 | 7,141,313 | 5,658,815 | 4,887,698 | |||
Divisi Teknologi Informasi | |||||||||
Catatan : | Data diatas tidak termasuk komoditi PKE, PKS, Inti Sawit & Limbah Sawit | ||||||||
PELABUHAN DUMAI DAN FASILITAS BONGKAR MUAT CPO-NYA
Salah satu factor yang sangat menentukan suatu pelabuhan layak atau tidak di jadikan hubport CPO tergantung dari beberapa hal seperti, kedalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan, kelengkapan fasilitas bongkar muat “emas hitam”, panjang dermaga dan fasilitas pendukung seperti tangki timbun.
Pelabuhan Dumai yang terletak di Selat Rupat pantai Sumatera Indonesia pada posisi titik koordinat Lintang 01 41’14’ Utara dan Bujur 101 27’42,1’ Timur mempunyai panjang alur pelayaran 55 mil. Alur pelayaran tersebut terbagi menjadi 22 mil melalui Selat Bengkalis dan 33 mil melalui Selat Rupat. Lebar alur tersebut minimum 255 meter dan 1,7 kilometer dan Luas kolam 3.238,87 Ha.
Sebagai salah satu pelabuhan dengan kegiatan pengapalan CPO cukup tinggi, Pelabuhan Dumai saat ini mengoperasikan dermaga khusus CPO ----yang lebih dikenal dengan dermaga curah-cair---sepanjang 400 meter dengan kedalaman kolam 13 meter LWS yang mampu menampung kapal-kapal ukuran besar. “Dermaga tersebut mampu menampung kapal yang bermuatan puluhan ribu ton.”
Dan untuk mengantisipasi arus eksport CPO yang setiap tahunnya terus mengalami pertumbuhan, PT Pelindo I (Persero) saat ini tengah berkonsentrasi mengembangkan dermaga khusus CPO dengan menambah panjang dermaga 400 meter. “Setelah dermaga ini beroperasi diharapkan antrian kapal pengangkut CPO dari dank e Pelabuhan Dumai akan dapat di tekan.”
Agar proses bongkar muat CPO dan turunannya di dermaga umum Pelabuhan Dumai sesuai dengan harapan pengguna jasa, system pemuatan CPO di pelabuhan Dumai tidak lagi mengenal istilah truck losing melainkan system pipanisasi. Jumlah pipa yang tersedia sebanyak 46 jalur dengan kemampuan pompa hingga 250 ton per jam. Dominan dari pipa tersebut telah tersambung dengan tangki timbun CPO para shipper yang ada di Pelabuhan Dumai.
Komoditas andalan dari Pelabuhan Dumai adalah hasil tandan buah segar. Fasilitas Pelabuhan Dumai untuk menangani CPO telah ada dan terus dikembangkan. Sejalan dengan rencana program pemerintah menjadikan Dumai sebagai cluster CPO, maka Pelabuhan Dumai juga layak di jadikan sebagai salah satu hubport CPO dari Indonesia. “Dumai masuk dalam master plan pengembangan koridor sumatera. Kawasan ini akan dikembangkan dengan basis komoditi industry hilir kelapa sawit,” demikian salah satu muncul dalam rapat kerja di istanan kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (21/02) yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan di hadiri para menteri kabiner bersatu serta gubernur se Indonesia, termasuk Gubernur Riau HM Rusli Zainal (Riau Pos 22 Feb 2011).